Ilmu pengetahuan dan teknologi tidak saja gagal dalam menyelesaikan seluruh persoalan hidup manusia, malah sebaliknya perkembangan Ilmu Pengetahauan dan teknologi yang begitu pesat menambah problema-problema baru kehidupan manusia dalam bentuk hilangnya pegangan moral dan orientasi makna hidup. Capaian-capaian yang telah diperoleh manusia berupa penemuan-penemuan yang canggih, ternyata tidak menjadikan manusia itu bahagia. Persoalan inilah yang menjadi perhatian ilmu tasawuf. Adapun dasar pemikirannya adalah, apabila manusia dapat membersihkan kecenderungan negatif dalam dirinya maka dampaknya akan terlihat dalam tingkah lakunya sehari-hari yang selalu memperlihatkan perbuatan baik sehingga pada gilirannya ia mampu menunjukkan sifat-sifat Tuhan. (Muzakkir, 2011:3).
Setiap ada niat pasti dilanjutkan dengan kegiatan atau aksi, setiap ada aksi pasti ada reaksi, setiap reaksi pasti ada pilihan hasil yang baik, atau baik sekali dan mungkin juga ada yang tidak baik.
Itulah sebuah risiko baik kegiatan pada skala kecil di kelas, di rumah maupun untuk masyarakat, terlebih untuk sekolah, program pemerintah dan lain sebagainya.
Ilmu pengetahuan itu sendiri ditemukan dari apa adanya masyarakat, dan kemudian ditemukan berbagai cara untuk mencari solusi.
Solusi yang ditawarkan pasti diawali dengan niat yang baik, namun pelaksanaannya kadang tunduk pada siapa yang menjalankan program. Untuk itu setiap kegiatan perlu pedoman, panduan, bahkan kode etik bagi siapa saja yang melakukannya.
Begitu juga dengan solusi yang ditawarkan sejauh ujicoba, pilot proyek, dan daerah percontohan semuanya mencari yang terbaik dengan risiko terkecil.
Namun sekecil risiko apapun itu pasti memiliki dampak terhadap siapa saja yang ada di sekeliling program tersebut. Bagaimana mengeliminir, meminimalkan, bahkan bila perlu menghilangkan dampak negatif dari kelemahan sebuah program ilmu pengetahuan ini juga selalu dilakukan di bagian terakhir.
Bila ilmu pengetahuan memiliki dampak negatif, atau kealpaan dari beberapa bagian dalam kehidupan sesungguhnya itu wajar pada taraf tertentu, namun menjadikan kekurangan tersebut untuk dasar kita menyadari kemudian melengkapinya adalah penting.
Ilmu pengetahuan dibangun untuk memudahkan hidup manusia, bila tujuannya untuk kebahagiaan, maka nilai spiritual harus selalu mengiringi program tersebut.
Ilmuwan yang didasari oleh nilai spiritual idealnya sejak ontologi ia telah berniat meneliti, mengembangkan karena untuk ibadah kepada Tuhan. Terlebih ketika epistimologi, maka nilai kejujuran dan obyektivitas adalah prinsip penting yang mengiringi.
Sampai pada aksiologi ilmu yang dikembangkan tiada lain untuk kemaslahatan umat, tidak ada yang lebih penting kecuali berguna dan dimanfaatkan oleh banyak orang lain.
Prof Muzakkir telah mengingatkan kepada kita bahwa tasawuf adalah salah satu jalan untuk menyempurnakan ilmu pengetahuan agar benar berfungsi untuk pengembangan peradaban manusia.
Dari mana dimulai, dari kehidupan sehari-hari, berpikirlah positif terhadap ciptaan Tuhan, maka anda akan memiliki kecenderungan untuk berterimakasih kepada penciptaNya. Dengan itu pula temuan apapun dari ilmu pengetahuan, akan menjadi bagian dari seseorang untuk mencapai kebahagiaan.
Bukankan kebahagiaan adalah tujuan setiap orang, apakah itu dia memiliki ilmu pengetahuan atau tidak, namun hak semua orang mendapatkan bahagia tidak ada yang menghalanginya.
Pastikan anda memiliki hati dan sadarilah itu. Yakinkanlah bahwa anda memiliki cinta, renungkanlah makna. Dan dari sanalah tasawuf akan menghampiri di setiap rasa, bukan saja karena ingin bekerja, tetapi makna setiap langkah untuk berkarya itulah inti dari ibadah lewat tasawuf sebagai jembatannya.
Kini kita baru sadar, Prof Muzakkir telah melampauinya, karena bukan hanya diajarkan pada mahasiswa termasuk jemaah, tapi juga keluarga. Itulah awal dan bukti dari semua pengalaman tasawuf.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.