Javanese ethnicity is the most ethnic group in Medan City, so politically the opportunity to occupy political positions such as the Regional Head is very large, but until the 2019 elections the Mayor of Medan was never held by the Javanese ethnic group. This study aims to determine and analyze the motives underlying Communication Behavior in Political Life / Political Choice of ethnic Javanese Muslims in Medan. This research uses descriptive qualitative research with a phenomenological approach. Data obtained through interviews and direct observation. The results of the study mentioned that there are 4 motives underlying the behavior of communication in the political life of ethnic Javanese Muslims in Medan, specifically related to political choices, namely religious, economic, competence, and commitment to commitment.
Politik itu adalah pilihan, di mana kita harus memilih terhadap apa yang disajikan, bahkan tidak turut serta atau tidak mengikuti sama sekali itupun dianggap sikap politik.
Banyak hal yang memengaruhi pilihan dalam kehidupan ini, karena memang semakin banyak pilihan semakin diperlukan kompetensi bagaimana kita harus bersikap.
Politik apapun yang ada di depan kita memberikan gambaran bahwa bersikap itu penting, maka hati-hati dalam bersikap sebelum menentukan perlu dipelajari lebih jauh, dipertimbangkan lebih matang, dan diputuskan dengan arif dan bijaksana.
Kota, dan penduduk, dengan pilihan politik sangatlah kompleks dan kaya akan berbagai hal terkait dengan perjalanan politiknya. Varian politik tidak ada yang berhenti, selalu progresif dan tidak ada dalam hukum politik yang permanen apalagi mengikat sampai mati.
Kota terus tumbuh dan berkembang dan progresifitas politiknya, berbagai faktor yang mempengaruhi turut tumbuh dan berkembang.
Dalam penelitian Profesor Katimin, faktor agama memiliki peran penting untuk progresifitas pilihan dalam berpolitik. Apakah kaum yang beragama dalam komunitas ini juga memiliki varian?
Jelas ada, kelompok-kelompok keagamaan lewat organisasi, atau tingkat pemahaman keagamaan juga menjadi varian yang progresif terhadap pilihan politik ini.
Bukti nyata dari hal di atas adalah banyak pemimpin agama yang justru memanfaatkan komunitas atau organisasi keagamaannya untuk meraih status politik.
Pilihan politik dengan latar belakang ekonomi memang tampak sedikit sensitif. Membagi masyarakat berdasarkan strata ekonomi selalu memberikan latar pada adanya kaum borjuis dan kaum jelata.
Kemanapun kita alamatkan strata ekonomi selalu mengarah pada kedua kutub tersebut, dan progresifitas dalam hal ini justru disengaja untuk melegitimasi agar kaum pengendali dapat memengaruhi bahkan mendayagunakan kaum lainnya untuk tujuan politik tertentu.
Pada bagian terakhir pilihan politik berdasarkan kompetensi tertuju pada karier seseorang pada partai di mana ia bergabung dalam salah satunya partai politik menyeleksi individu siapapun orangnya akan mendapatkan legitimasi jenjang karier.
Maka bertahun-tahun orang menjadi kader partai akan memberi kedewasaan bagimana ia mengabdikan diri di sebuah partai, dan pilihannya apakah ia menjadi pembesar partai atau justru menjadi korban dalam kompetensi partai.
Dinamika dalam partai lebih cenderung terbuka, karena memang aslinya tampak seperti pola kehidupan yang sebenarnya.
Bagaimana menempatkan suku Jawa dengan modal jumlah atau kuantitas pada politik, ternyata tidak selamanya hal ini berkonstribusi signifikan.
Apakah dikarenakan karakteristik Jawa di Medan bukan lahir dari kandungan politik, atau memang kekuatan politik yang mengalahkan seluruh varian di atas.
Yang pasti tidak pernah orang Jawa menjadi wali kota di Medan itu adalah fakta, sudah beberapa kali pemilihan langsung boleh saja memang orang Jawa tidak mampu muncul sebagai figur calon, atau sudah memproklamirkan diri orang jawa itu ahlinya memilih bukan untuk dipilih.
Sekali lagi politik itu sangat progresif, varian yang memengaruhi dan membentuk pilihan politik pun sangat kompleks. Apakah karena perilaku komunikasi atau tidak, yang dapat kita catat adalah tidak ada politik yang statis, yang ada adalah statistika tidak selamanya memberikan kontribusi signifikan terhadap pilihan politik.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.