Paringgas Manuntut Elmu
Dohot Bismillah mula-mulana
Mambaca ende saer agama
Tangi fikir motal di roha
Anso dapto tujuan maksudna
Ongot laingna nada pandangon
Harana on ende ni guru
Mulai najolo madung dibacahon
Manyuru mengaji, manuntut elmu
Carina elmu di sasadari
Taran so dapot ulangi marotti
Pala nada motan mangaji
Sidungna totap manyosal diri.
(Nasution, 2014:138)
Tidak ada warisan paling berharga di dunia ini kecuali memberi bekal ilmu pengetahuan kepada seluruh pewaris atau keturunan. Warna warisan memang beragam, tergambar dari siapa yang akan mewariskan, bagaimana cara ia mewariskan, dan apa situasi yang sedang terjadi pada saat itu.
Seorang tua dari jauh sudut kampung Labuhanbatu pertengahan abad 20 di mana Indonesia sedang mengalami berbagai gejolak baik politik, ekonomi maupun kebudayaan.
Ternyata ada satu orang yang mencoba memberi warisan tak ternilai di mana pada waktu itu mungkin benar-benar tak berharga, apalagi dibanding harta.
Beliau adalah Rukun Nasution dari Hajoran. Beberapa catatan beliau yang menjadi inspirasi dalam mewariskan ilmu pengetahuan diawali dari kalimat; rajinlah menuntut ilmu, jelas inilah judul dari sebuah warisan untuk menjaga garis keturunan.
Dengan diawali membaca bismilah ini adalah tanda bahwa semua harus bersandar pada sang pencipta. Membaca lagu syair agama itulah materi ilmu pengetahuan yang sesungguhnya, dikemas dengan rangkaian kalimat penuh makna.
Menenangkan pikiran menenteramkan hati, apapun yang kita cari di dunia ini tujuannya untuk memberi kedamaian hati sebagai inti kehidupan abadi.
Agar dapat meraih tujuan itulah maka semua pekerjaan pasti memiliki harapan, dengan menetapkan arah dan haluan semua menjadi semangat untuk mencapainya.
Karena ini adalah nyanyian guru, hal ini menandakan bahwa sumber ilmu sebagai penyampai yang sah adalah pendidik atau tuan guru.
Sejak dahulu sudah diajarkan, di mana ilmu pengetahuan turun temurun harus diwariskan, dan dilestarikan. Perintah mengaji, menuntut ilmu, keseimbangan antara ilmu duniawi dan persiapan bekal menuju akhirat yang kekal abadi.
Carilah ilmu dari sekarang, tidak ada yang perlu ditunda, mencari ilmu pengetahuan tak ada batas awal dan batas akhir, setelah niat dipancangkan, maka mulailah saat ini juga.
Sebelum didapat harus diulang-ulang, tampak metodologi telah diterapkan, mengulang kata, menjadi kalimat, sampailah dilakukan, dan akhirnya menjadi perilaku dan membudaya. Itulah cara mendapatkan ilmu yang sebenarnya.
Jika tidak mau mengaji, disadari bahwa sebagian kita mungkin saja memiliki sifat malas, dan urung melakukan sesuatu, ternyata ini tak luput menjadi perhatian.
Akhirnya diri akan tetap menyesal, dan alamat akhirnya akan menjadi sesuatu yang tak terlupakan untuk dijadikan peringatan akhir sampai kemudian hari.
Sungguh kekayaan budaya akan tampak dari peninggalan bangunan secara material, serta peradaban secara immaterial, lengkaplah Labuhanbatu dengan warisan Rukun Nasution sebagai jembatannya.
Bila kini kelapa sawit menjadi penghias hamparan ladang, boleh saja petrodolar menjadi sematan para pemilik penduduk dan penjaga kampung.
Namun juga kita akui, generasi tahun 2.000-an telah menjadi bukti, para perantau dari Labuhanbatu telah menjadi pewarna peradaban seluruh institusi di belahan negeri ini.
Opung Rukun Nasution, coretan karyamu semoga menjadi inspirasi lintas zaman, bagi generasi yang peduli akan pentingnya menjaga warisan.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.