The influence of ethical leadership, teacher capacity building, and school culture on the performance of Madrasah Tsanawiyah Teachers in Batubara Regency. This research is based on problems related to teacher performance seen from the perspective of the influence of ethical leadership, teacher capacity building, and school culture. The research results show: (1) ethical leadership has a significant effect on school culture by 45.00%, (2) teacher capacity building has a significant effect on school culture by 66.90%, (3) ethical leadership has a significant effect on teacher performance of 33.00%, (4) teacher capacity building has a significant effect on teacher performance of 59.80%, (5) school culture has a significant effect on teacher performance of 37.50%. (Sugeng Sukoco, 2024).
Bayangkan seorang anak ingin cepat dapat ke sekolah, di mana suasana yang nyaman menyenangkan membuat semua orang betah di dalamnya. Sampai-sampai anak tidak mau pulang karena semua yang diinginkan oleh anak ada tersedia.
Bukan saja ketersediaan tetapi layanan dan suasana antar warganya yang saling menyayangi. Hampir-hampir anak menomorsatukan sekolah dibanding keluarganya.
Fenomena ini bukanlah khayalan, tetapi kini berlomba-lomba budaya sekolah dibangun, lewat kelengkapan sarana dan fasilitas, kecanggihan teknologi, namun yang utama memberi kebutuhan sesuai dengan pengalaman anak.
Lebih dari itu adalah suasana yang tercipta dari interaksi para penghuni, guru, kepala sekolah, pegawai dan seluruh muridnya.
Membangun budaya sekolah (school culture) bukan lagi pilihan, tetapi mutlak sebagai bagian dari cipta suasana bila ingin menjadi pilihan anak pada zaman now.
Sugeng Sukoco dalam penelitiannya membuktikan bahwa: (1) ethical leadership berpengaruh secara signifikan terhadap school culture sebesar 45,00%. Hal ini memberi gambaran bahwa etika kepemimpinan hanya berpengaruh sedikit terhadap budaya sekolah, kemungkinan lain karena budaya sekolah memiliki progresifitas berbeda atau lebih independen dibanding dengan kepala sekolahnya.
(2) teacher capacity building berpengaruh secara signifikan terhadap school culture sebesar 66,90%, tampak nyata bahwa guru yang memiliki peran utama dalam pembelajaran sangat memberi pengaruh bagaimana membangun budaya sekolah.
(3) ethical leadership berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja guru sebesar 33,00%. Etika kepemimpinan memang melekat pada seseorang, dengan dasar itu benar adanya bahwa apa yang dimiliki berpengaruh langsung terhadap kinerja yang ditunjukkannya.
(4) teacher capacity building berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja guru sebesar 59,80%, bersamaan dengan ini justru kemampuan kerja sama guru beririsan kuat dengan kinerja, ini menunjukkan bahwa guru akan lebih nyaman bekerja bila bersama sebagai sebuah tim.
(5) school culture berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja guru sebesar 37,50%, bila dibalikkan justru budaya sekolah yang memberi pengaruh terhadap kinerja guru. Ini artinya bila budaya sekolah telah terbangun sebagai sebuah sistem, maka semua gurunya akan nyaman bekerja dan menunjukkan kinerja secara positif.
Bila budaya sekolah memiliki hubungan erat dengan kinerja, serta kemampuan guru dalam membangun tim, ini adalah hal positif. Artinya semua warga sekolah memiliki kontribusi terhadap budaya, hanya tinggal seberapa besar perannya, artinya tidak ada monopoli kepala sekolah, atau guru, atau bahkan orang tertentu untuk membangun budaya sekolah.
Sekali lagi Sukoco membuktikan di lapangan bahwa budaya sekolah dapat terbangun dengan baik, kinerja guru dapat dinilai tinggi, bila semua unsur sadar peran, fungsi dan tugasnya masing-masing.
Tidak ada yang harus dominan, apalagi monopoli, namun komunikasi, koordinasi dan yang paling utama kolaborasi antar warga pendidikan adalah kata kunci dalam membangun budaya sekolah.
Apakah hasil penelitian ini berhenti sebagai tesis baru, atau untuk menyempurnakan teori sebelumnya, atau sekadar narasi dalam kekeringan konsep pendidikan? Kita menunggu keberanian implikasi dari sebuah hasil penelitian.
Jawaban hal di atas, bukan terbit atau tidaknya artikel di jurnal bereputasi, diterima atau ditolaknya paparan disertasi, namun yang pasti dunia lain di luar sampel penelitian menunggu untuk sebuah pembuktian.
Senang berlama-lama di sekolah tidak ada yang salah, tetapi nyaman untuk belajar mendapatkan pengalaman dan pengetahuan baru itu tujuan utama. Kita masih ingat, ilmu itu diawali dari fakta, dan diakhiri dengan fakta, teori apapun di tengah-tengahnya.
Semoga implikasi penelitian ini sampai pada stakeholder dan masyarakat yang menunggu adanya perubahan budaya sekolah untuk menjemput dan menghantarkan generasi emas tahun 2045.
Kita setuju; dengan kolaborasi kita bangun negeri lewat pendidikan kita bersinergi.