Hati-hati dengan pikiran Anda. Pikiran Anda menjadi kata-kata Anda. Hati-hati dengan kata-kata Anda. Kata-kata Anda menjadi perbuatan Anda. Hati-hati dengan perbuatan Anda. Perbuatan Anda menjadi kebiasaan Anda. Hati-hati dengan kebiasaan Anda. Kebiasaan Anda menjadi karakter Anda. Hati-hati dengan karakter Anda. Karakter Anda menjadi takdir Anda. (Lickona, 2016:11).
Tidak semua orang pandai berbicara, tetapi ia dapat menyampaikan lewat kata-kata dalam tulisan, bisa berbentuk buku atau nasihat. Sebagian kita dapat marah atau menyayangi, itu berarti dari kata-kata menjadi perbuatan yang penuh arti.
Apakah perbuatan itu diulang dengan kejadian yang berbeda, maka akan menjadi sesuatu yang mencirikan. Ketika ada sesuatu ingin disampaikan, apakah itu persoalan ungkapan hati, atau respon terhadap sesuatu, ternyata caranya berbeda-beda antara satu orang dengan orang lain.
Tetapi semuanya sah bila itu menjadi media atau saluran resmi tentang komunikasi baik terbatas maupun massa.Hati-hati dengan isi hati, apa yang ada dalam hati ini selalu menjadi bagian dari apa yang sedang kita pikirkan, kita rasakan dan kita kehendaki.
Orang yang lebih banyak pikiran, bisa saja mengurangi perasaan apalagi kehendaki, begitu juga sebagian orang yang lebih banyak mempertimbangkan dengan perasaan, maka pikirannya kadang kala dalam memperhitungkan. Sungguh bahaya bila semua tindakan dilakukan dengan dorongan nafsu atau keinginan semata tanpa pikiran dan perasaan.
Apa yang ada dalam diri kita sesungguhnya berawal dari isi hati yang ada dalam diri kita. Karena dari sana muncul pikiran yakni merancang apa yang akan dilakukan, bila hati telah rusak atau dipengaruhi oleh keadaan yang salah, maka pikiran yang muncul selalu memberi jawaban pintas. Jawaban ini maksudnya yang penting menyenangkan perasaan saja selesai.
Sesuatu yang telah masuk dalam ranah pikiran sudah dekat dengan tindakan, maka pertimbangan pangalaman, untung rugi, atau risiko yang akan terjadi bisa dianggap penting kadang juga tidak.
Pikiran yang pendek, artinya ia hanya diberi waktu yang singkat untuk mempertimbangkan, kadang kala menjadi berantakan di mana tindakan telah menunggu sebagai jawaban. Maka pikiran yang matang adalah berangkat dari berbagai pengalaman baik itu pengalaman positif, negatif maupun pengalaman yang sesungguhnya tidak diinginkan.
Berpikir panjang artinya seseorang sebelum melakukan tindakan, ia telah membuat berbagai skenario kegiatan yang akan dipilih, maka pilihan skenario 1,2,3 dan seterusnya adalah alternatif. Bagaimana kejadian di lapangan, kita tinggal memilih mana yang paling efektif, efisien sebagai jalan menempuh tujuan.
Skenario hampir sama dengan strategi, ada strategi 1,2,3 dan seterusnya semuanya untuk menghadapi situasi yang kadang berubah-ubah, kompleks, zigzag dan lain sebagainya.
Rangkaian yang panjang dari perencanaan, tindakan sampai akibat atau dampak dari apa yang kita lakukan adalah bentuk dari banyaknya pilihan dari satu pikiran, mungkin banyak kata untuk mengungkapkan.
Dari satu kata dan kalimat mungkin saja banyak cara untuk menafsirkannya menjadi perbuatan, sampailah bahwa satu perbuatan kita tidak tahu mana yang menjadi kebiasaan atau luluh karena tidak disenangi dan hilang.
Dan selanjutnya kebiasaan yang mana yang dikenal dan terus dibutuhkan, akhirnya itu yang selalu menjadi pertimbangan ketika kita berhadapan orang lain. Di sanalah lahir apa yang disebut karakter, bila sudah menjadi kebiasaan dan berulang-ulang, maka orang lain akan melihat karakter adalah mewakili apa yang kita rasakan, kita pikirkan.
Ok, mungkin karena banyak kali kita pikirkan, maka yang benar adalah, bertindaklah sesuai dengan pikiran anda, pertimbangkan perasaan orang di sekitar anda, semoga semuanya tidak merusak hidup dan kehidupan. Dengan itu takdir tidak sulit singgah di alam angan-angan anda baik hari ini maupun entah kapan.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.