Interaksi atau hubungan antara individu yang satu dengan individu yang lain selalu menghasilkan ragam cara. Dalam interaksi ini terdapat satu proses dimana seorang individu atau kelompok menyampaikan pesan atau gagasan dikemas dan kemudian diterima oleh individu atau kelompok.
Inilah yang disebut dengan komunikasi pendidikan, karena kegiatan interaksi ini penting, maka komunikasi pendidikan kini terus berkembang sebagai ilmu yang banyak membantu, berkonstribusi terhadap pengembangan berbagai strategi pembelajaran.
Anak didik atau peserta didik yang mengalami kegiatan pendidikan selalu dijadikan obyek atau subyek pembahasan, apakah anak tersebut menjadi peserta aktif atau tidak.
Anak yang aktif dalam kegiatan pembelajaran selalu dikelompokkan menjadi anak yang baik, dengan keaktifan anak seorang guru dengan mudah mengarahkan pengembangan bakatnya.
Sebaliknya anak yang tidak aktif atau pendiam, selalu dikelompokkan sebagai anak yang sulit dipahami, karena ia tidak membuka diri terhadap lingkungan atau lawan ketika berinteraksi.
Dalam kajian psikologi kedua anak di atas disebut dengan gaya interkasi yang introvert dan ekstrovert. Keduanya adalah keadaan atau kondisi dimana anak mengalami ketika ia berada dalam situasi proses pendidikan atau pembelajaran.
Kita harus menyadari sekali lagi keadaan dan kondisi pendidikan dan pembelajaran bila dikendalikan oleh pendidik atau guru, maka guru tersebut memiliki tanggung jawab.
Dalam hal ini tanggung jawab menjadikan gaya introvert dan ekstrovet menjadi pendukung utama dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran untu mencapai pembelajaran yang maksimal.
Tidak ada gaya yang paling baik, apalagi diunggulkan dalam pendidikan dan pembelajaran, karena klasifikasi gaya itu sendiri dilahirkan dari hasil penelitian terhadap anak yang belajar.
Dari penelitian tersebut maka apa pun keadaan anak harus diberi tuntunan bagaimana cara mengatasi, cara mengidentifikasi dan memaksimalkan potensi diri menjadi keahlian yang luar biasa.
Jadi gaya apapun itu sesuai dengan keadaannya harus diberi lingkungan yang positif sehingga penelitian itu bermanfaat untuk mencari solusi bagi sebuah kegiatan pendidikan.
Yani Lubis telah melakukan salah satu bagian dari upaya memperkenalkan gaya belajar tadi dengan memberi pilihan kegiatan pembelajaran. Belajar dengan cara individualisasi atau cara yang baisa bersama teman lainnya.
Hasilnya luar biasa. Ketika merumuskan dua hal penting untuk dikaji yakni; (1) prestasi siswa dalam pemahaman membaca yang diajar dengan Strategi Individualisasi, (2) prestasi dalam pemahaman membaca siswa dengan gaya belajar introvert jika diajar dengan strategi Individualisasi lebih tinggi daripada gaya belajar ekstrovert. (3) terdapat pengaruh yang signifikan dari Strategi Individualisasi dan Gaya Belajar terhadap prestasi siswa dalam pemahaman membaca.
Yani Lubis dalam penelitian eksperimen ini jelas membuktikan bahwa (1) Strategi DRTA dan Individualisasi memengaruhi prestasi siswa dalam pemahaman membaca, prestasi siswa dalam pemahaman membaca yang diajar dengan strategi Individualisasi, (2) prestasi pemahaman membaca siswa dengan gaya belajar ekstrovert lebih tinggi dibandingkan siswa dengan gaya belajar Introvert, dan (3) tidak ada interaksi antara strategi mengajar dan gaya belajar jika digabungkan pada kemampuan siswa prestasi dalam pemahaman bacaan.
Belajar sendiri memang itu penting, tetapi belajar bersama itu juga utama. Individualisasi dirasa perlu ketika ada hal yang harus dilakukan agar anak memiliki kemampuan mandiri, insiatif, serta lebih mengenal potensi diri.
Menjadi seorang pemimpin haruslah selalu belajar tentang diri sendiri, mengkaji diri sampai pada meningkatkan kesadaran akan apa yang dimiliki sebagai sebuah individu.
Belajar bersama itu juga hal utama, karena untuk mengenal lebih jauh apa yang kita miliki, kita harus mengetahui apa yang terjadi pada orang lain.
Pengetahuan tentang orang lain bukan semata untuk membandingkan, tetapi dengan kesadaran utama bahwa eksistensi diri akan lebih kuat dan percaya diri muncul ketika ada di depan orang lain. Dari mana kita tahu bahwa diri kita adalah yang terbaik, sebelum kita memahami bahwa orang lain ada yang lebih baik.
Sekali lagi penelitian Yani Lubis memberi gambaran kepada kita, mengklasifikasi anak ada yang introvert dan ekstrovert itu hal yang wajar, tetapi bukan memvonis mereka hanya dibatasi ruang gerak dalam mengeksplorasi cara belajarnya.
Sebagai pendidik yang baik, kita harus memaksimalkan seluruh potensi apa pun keadaan anak yang ada di hadapan kita.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.