Ada satu pemandangan yang sangat indah di dalam Masjidil Haram dan bisa menggetarkan hati siapa pun yang menyempatkan diri untuk mengamati dan merenungkannya dengan baik, yaitu suasana di setiap pintu keluar masjid yang jumlahnya mencapai 120 pintu.
Setiap usai salat fardhu pintu-pintu tersebut menjelma menjadi rendezvouz (tempat janjian ketemu) bagi puluhan ribu pasangan suami istri dari berbagai bangsa.
Kita tahu bahwa untuk bisa masuk Masjidil Haram itu perlu perjuangan, tidak semua jemaah beruntung bisa duduk diatas sajadah. Kalau ambil waktu mepet, paling kita bisa salat di lorong-lorong tanpa sajadah.
Setiap jemaah (khususnya yang berpasangan atau bersama keluarga) yang berhasil memasuki ruangan masjid, mereka harus terpisah untuk melaksanakan salat karena tempat salat antara pria dan wanita memang dipisahkan.
Nah, biasanya setiap pasangan saling berjanji untuk nanti bertemu di pintu tertentu yang relatif mudah ditandai dengan nomor, sebab kalau mengingat nama-nama pintu itu akan sangat menyulitkan.
Maka, begitu usai salat, di antara membludaknya manusia yang kadang berebut untuk bisa keluar pintu, banyak sekali pria di satu sisi dan wanita di sisi yang lainnya pada berdiri sambil mata mereka masing-masing beredar ke arah kerumunan lawan jenis di depannya.
Pasti bukan untuk jelalatan menikmati wajah-wajah yang bukan muhrimnya, namun itu sekadar untuk mengenali di manakah pasangan mereka berada. Sebagian mereka sibuk berkomunikasi via telepon saling memberikan arahan posisi masing-masing agar mudah untuk bertemu.
Sebagian saling melambai atau memberikan isyarat dan banyak dari mereka menggumamkan doa dalam kecemasan agar segera dipertemukan dengan pasangannya.
Dan setelah saling mengenali, lalu mereka bergandengan berjalan bersama ke arah luar ruangan masjid di tengah riuhnya kepadatan manusia di atas eskalator atau tangga manual yang ada. Inilah saat-saat paling romantis yang bisa dirasakan setiap pasangan.
Masing-masing saling kehilangan, ingin saling menemukan, saling mencemaskan satu sama lain, dan begitu senangnya jika sudah bisa saling berjumpa.
Kemudian masing-masing menunjukkan posesifitas (kepemilikan) ditandai dengan genggaman atau gandengan tangan, rangkulan di bahu, pegangan di pinggang bahkan dekapan erat dari belakang.
Semua menunjukkan tanggung jawab, perlindungan dan kasih sayang dari seseorang untuk pasangan masing-masing. Romantisme itu bahkan terus berlangsung hingga ke hotel tempat menginap sebab jika tidak begitu, akan membuat seseorang kehilangan pasangannya ditelan lautan manusia.
Faktanya dengan situasi seperti ini, Masjidil Haram dengan segala kemuliaan dan keberkahannya telah membuat cinta semua orang kembali membara, membuat kasih sayang setiap pasangan kembali tercipta.
Boleh jadi dari sekian banyak mereka sudah lama tak melakukan romantisme itu di kampungnya. Ternyata, Masjidil Haram punya banyak pintu-pintu cinta.
Suatu ketika, sebelum saya menuliskan hikmah ini, saat cemas melanda karena belum juga menemukan istri saya di pintu 91, tetiba saya jadi mengkhayal ke alam lain dan teringat pada QS Al Insyiqaq : 7-15.
Kelak saat kiamat telah tiba, ketika kita dikumpulkan di Padang Mahsyar di antara miliaran umat manusia, lalu masing-masing kita dihisab tentang amalannya semasa di dunia.
Saat itu pun kita akan terpisah dengan istri, masing-masing kita akan sibuk mengurusi diri kita sendiri, bahkan kita akan saling melupakan satu sama lain karena dahsyatnya urusan hisab.
Dan jika kita sama-sana selamat dari hisab itu…. istriku, barulah mungkin kita akan saling menunggu, merindu, dan saling mencemaskan. Tatapan kita akan beredar ke arah manusia satu persatu. Hati kita akan saling memanggil dalam doa-doa kepada Allah Jalla wa ‘ala agar kita dipertemukan.
Saya kok jadi merinding teringat kisah dari Allah SWT :
“Adapun orang yang menerima kitab catatan amalnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada keluarganya (yang sama sama beriman) dengan gembira. Dan adapun orang yang menerima kitab catatan amalnya dari belakangnya, maka dia akan menemui kesulitan dalam hisabnya sehingga berteriak “aduh celakalah aku” dan dia akan dimasukkan ke dalam neraka yang menyala-nyala, karena mereka dahulu di dunia bergembira bersama keluarganya dalam kekafiran dan menganggap tidak akan dikembalikan kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, padahal sama sekali tidak begitu, sungguh segala sesuatu itu dilihat oleh Allah SWT”. (QS Al Insyiqaq : 7-15).
Semoga hisab kita akan mudah dan setelah itu Allah izinkan aku menemukanmu atau kamu menemukanku. Lalu kita akan saling menggenggam erat dan bergandengan menuju pintu-pintu surga dan memasukinya bersama sama. Allahumma aamiin.
Kita harus buat janjian istriku, untuk bertemu di pintu cinta. Siapa pun yang sampai duluan ke sana, kita harus saling menunggu. Jika kamu yang duluan dan tak melihat aku, panggillah, mintalah pada Allah. Jika aku yang duluan dan tak melihatmu, pasti aku akan panggil kamu dan meminta kepada Allah agar kita bisa saling bertemu.
Tak terasa pipiku basah dengan air mata, dan aku terperanjat saat seorang wanita bergamis hitam menggamit tanganku tiba-tiba. “Papa ayo kita pulang”. Ah.. istriku ternyata. Alhamdulillah…(**)