Oleh Prof Dr Mardianto MPd
Pembentukan kepribadian tangguh dapat dilakukan melalui proses belajar penyesuaian terhadap lingkungan, pola asuh orangtua, mencari dan mendapatkan dukungan sosial dari lingkungan, serta kegiatan ekstra kulikuler di sekolah. (Darmayanti, 2020:44).
Bila anak berinteraksi dengan dirinya itu disebut merenung, bila anak berinteraksi dengan lingkungan sebaya itu disebut komunitas, bila anak berinteraksi dengan tuhannya itu bagian dari ibadah, sebagian anak justru berinteraksi dengan hewan, alam dan makhluk lain, itu bagian dari hobi. Interaksi tidak ada yang tunggal tetapi tiga hal penting, anak, pihak lain, dan pola interaksi jadilah makna yang akan membentuk kepribadian anak.
Kepribdian anak dapat terbentuk dengan sempurna, bila tiga hal yakni anak, pihak lain, pola interaksi dapat direncanakan, dikembangkan atau bahkan dikendalikan untuk dijadikan pola pendidikan. Ini disadari oleh orang tua, oleh masyarakat kemudian negara, sungguh itulah idealnya menurut regulasi dan berbagai macam teori.
Nyatanya apa yang kita hadapi hari ini, sebagian anak kita berjalan sendiri, orang tua setiap hari menerapkan teori sendiri, bahkan guru mengujicobakan berbagai temuan baru kadang justru mengorbankan generasi. Apalagi negara jangkauannya yang mungkin jauh dari apa yang dialami anak di lingkungan kita sehari-hari.
Kita mulai saja dengan anak, siapapun kita telah merencanakan bahwa itu ada anak kita sendiri, maka ketika menikah sudah membayangkan apa yang akan terjadi pada anak kita. Bisa saja ketika sepenuhnya anak di rumah (pendidikan informal), tetapi begitu anak ada di masyarakat dan sekolah bersiaplah anak bukan milik orang tua lagi. Mimpi mimpi zaman dulu harus dikompromikan dengan tuntutan dan keadaan anak hari ini.
Pihak lain, adalah keadaan, masyarakat atau apapun yang menjadi lingkungan anak. Bila itu ada suasana mencekam, atau membahagiakan, apakah itu keluarga yang tinggal di kompleks, atau perumahan nasional, atau tempat kumuh, atau bahkan tempat terpencil dan sunyi.
Semua tergantung kita bagaimana mempersepsi dan menjadikan lingkungan menjadi bagian dari pendidikan. Pendidikan (non formal), memang tidak ada aturan menurut Philips S.Comb tetapi justru orang tua yang menjadikannya sebagai bagian dari pengembangan diri anak tetapi kendali tetap pada orang tua.
Pola interaksi, di sinilah kita memberikan ruang dan kreasi, bagaimana anak berhubungan dengan pihak lain, dari sejak waktu, kapan anak mulai berinteraksi atau kapan saat saat anak diberi kebebasan, atau justru secara terus menerus harus mendapat kontrol dari orang tua. Sulit menemukan anak berjalan sendiri tanpa pendamping di daerah tertentu, bukan karena bahaya, tetapi karena memang pengendalian orang tua belum saatnya dilepas.
Akhirnya sekolah adalah tempat formal di sini diajarkan bagaimana anak merenung, berkomunitas, dan kemudian beribadah. Bila satuan pendidikan memberi layanan ini, maka itulah cara terbaik untuk mengembangkan kepribadian anak yang mungkin harapan orang tua dapat dititipkan dan diharapkan bagi masa depannya.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.