Akhir tahun biasanya adalah bulan yang identik dengan hujan, sehingga dapat ditandai bila nama bulan di akhir “ber” kita perlu menyiapkan ember untuk menampung air. Tetapi akibat perubahan iklim hal tersebut tidak lagi berlaku, mungkin karena badai elnino, perubahan iklim sampai semakin banyak hutan ditebangi dan lain sebagainya.
Suatu ketika terjadi hujan lebat, sehingga sungai meluap sampai ke pinggir kampung. Pak Marmuj pun sempat kesulitan untuk berangkat kerja, karena hujan beberapa hari ini belum tampak ada tanda-tanda reda.
Di pinggir jalan beberapa orang lalu lalang, tetapi ada yang kumpul, sedang menceritakan satu hal yakni monyet yang gelisah di pinggir sungai. Pak Marmuj pun nimbrung mencari info ada apa gerangan.
Salah satu yang mereka jelaskan adalah bahwa ada monyet di atas pohon kayu besar di pinggir sungai seperti gelisah tetapi tak perduli dengan lingkungan. Ia berjalan dari satu ranting ke ranting lain pada pohon yang sama, namun pada saat tertentu ia terdiam seperti merenung melihat sungai mengalir di bawahnya.
Sebagian warga mencoba mengusir karena takut menganggu anak-anak, atau sebaliknya, tetapi monyet seperti tak perduli, ia tetap mondar-mandir dan sesekali termenung.
Tanda tanya, penasaran, wargapun saling berargumen, mungkin… mungkin, jangan-jangan dan seterusnya. Untunglah…… mereka bersama mendapatkan informasi dan pencerahan dari seorang Kakek Tua.
Setelah ditelusuri ternyata ada seorang Kakek Tua yang kebetulan tidak jauh tempat tinggalnya dari pohon di mana monyet berada. Dan Kakek Tua itu pun menceritakan perihal monyet dimaksud.
Semua terdiam, keramaian serentak sunyi, tertegun mendengar Kakek Tua menceritakan dengan sedikit emosional, tetapi sesekali mengingat-ingat agak lambat perihal monyet di atas pohon.
Kakek Tua membuka pembicaraan dengan masyarakat.
Seekor monyet selalu bermain dengan ikan yang ada di bawah pohon, kadang terjadi perbincangan hangat di antara mereka:
Semua orang ada yang setengah percaya langsung pergi, tetapi sebagian orang justru serius bertopang dagu mendengarkan. Tak ketinggalan Pak Marmuj duduk di depan menjadi pendengar budiman.
Kakek Tua memulai bercerita.
Kakek Tua : Ya memang monyet itu sudah lama tinggal di pohon, saya tahu benar dia tidak pergi kemana-mana, namun beberapa hari yang lalu saya melihat ketika hendak banjir. Monyet dan Ikan akrab dan saling menyapa.
Monyet : Hai….. ikan
Ikan : Hai….. monyet
Monyet : Hai ikan…. apa kabar, apakah senang hari ini?
Ikan : Ya kami senang,
Bagaimana monyet apakah anda juga bahagia hari ini?.
Monyet : Ya saya melihat kamu ikan bermain di sungai senang dan bahagia sekali .
Ikan : Hahahahaha. Kami kan ikan ya inilah kami senang bermain.
Tidak berselang lama terdengar suara petir, gemuruh hujan di hulu sungai sepertinya semakin mendekat ke arah mereka.
Monyet : Hai ikan… awas hati-hati hujan mulai turun.
Ikan : Hahahahahha…… Hihihihihi…..
Ikan melompat dan terus bermain.
Monyet : ya sepertinya ikan tidak mendengar suara saya. Padahal hujan sudah mulai turun.
Tak lama kemudian turun hujan,
Naluri dua makhluk yang bersahabat, maka monyet pun dengan sigap menangkap dua ikan diletakkan di sampingnya untuk menyelamatkan dari bahaya banjir.
Monyet : tenang kamu akan aman disini, biar hujan turun dan banjir pasti berlalu.
Banjirpun tak lama kemudian surut,
Selang beberapa saat benar saja banjirbpun surut, sungai sudah jernih seperti biasa..
Monyet pun ingin mengembalikan ikan ke dunia sungai.
Apa yang terjadi.
Monyet : Bagaimana ikan, banjir sudah reda, kini saatnya kita bermain lagi. Ok…..
Kedua ikan menjawab pun tidak, bergerak pun tidak, apalagi gembira pulang ke sungai.
Monyet terus menggoyang-goyangkan badan ikan, dibalik dan disentuh kepalanya.
Kedua ikan tetap diam.
Benar ternyata Ya…… ternyata ikan telah mati.
Monyet tidak mengerti mengapa ikan menjadi mati, padahal ia akan menyelamatkannya.
Kakek Tua : Itulah yang terjadi kemarin, sehingga monyet gelisah, ia sepertinya menyesal apa yang dilakukannya, atau mungkin juga ia kini tidak punya teman bermain lagi di pinggir sungai……
Sebagian orang yang mendengar pun terdiam, dan ……. masing-masing mengerti dan menyadari bahkan ada yang turut bersedih, atau juga malah berduka dan lain sebagainya. Dan merekapun bubar dari rumah Kakek Tua.
Pak Marmuj pun mencatat dengan baik kata-kata Kakek Tua bahwa; Ternyata monyet yang gelisah di atas sungai adalah karena sepertinya ia menyesal terhadap apa yang dilakukannya terhadap ikan.
Pak Marmuj pun akhirnya mengerti dan dapat menarik kesimpulan dalam hati, ini sepertinya cocok diceritakan di kelas ketika mata pelajaran IPS tentang persaudaraan, mungkin juga pelajaran IPA tentang banjir, atau juga pelajaran tematik semua bisa dikaitkan.
Monyet, Ikan, Banjir, Hutan, Gelisah, Keramaian, Pak Tua semua bisa dihubung-hubungkan, ya….. itulah dunia, itulah kehidupan. Benarlah Monyet di pinggir Sungai memang banyak ceritamu….. sebanyak kisah dan hikmah yang dapat dipelajari.
Dan Pak Marmuj pun pulang ke rumah, bersiap menjelang magrib, iapun bergegas untuk beribadah.
Selesai.
Tiga hal hikmah yang dapat kita ambil dari cerita ini adalah:
Pertama;. Semua makhluk di dunia ini hidup sesuai dengan alam dan lingkungannya, ia dapat tumbuh dan berkembang dengan cara beradaptasi serta berevolusi.
Kedua; persahabatan dua makhluk yang berbeda dapat saja terjadi pada hewan apa saja, kapan saja, ini menunjukkan bahwa naluri makhluk memiliki beberapa kesamaan, untuk saling berbagi, saling menjaga untuk bahagia.
Ketiga; setiap kita harus memahami, bahwa untuk menolong atau membantu orang lain, maka harus mengerti terlebih dahulu siapa dan apa masalah yang dihadapi. Niat memanglah utama, tetapi cara dan ilmu membantu orang lain juga tak kalah pentingnya.
Ketujuh kita setuju berkolaborasi mengeksplorasi sejarah, lewat kisah kita bercari ibrah.
Catatan; kisah ini diinspirasi dari berbagai sumber.