Oleh Prof Dr Mardianto MPd
Gagasan tentang menuntut dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang begitu universal, humanis dan paripurna, belakangan dikembangkan secara parsial dan sektoral, hingga umat Islam terpilah dan terkotak. Cara berpikir umat terpilah atas pola pikir burhani (logis-filosofis), pola pikir bayani (normatif-tekstual) dan pola pikir ‘irfani (kalbu-nurani). Ketika terpecah-pilah seperti inilah umat Islam, yang pernah menjulang sebagai peradaban dunia, mengalami masa stagnasi dan dekadensi. Untuk bangkit kembali, tidak pelak lagi kekayaan warisan sejarah dan pengalaman historis umat Islam patut menjadi perhatian bersama. (Fadhil Lubis, 2015:vi).
Tiga karya terbesar umat manusia yakni; ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, akan dinikmati oleh semua orang di muka bumi ini karena memiliki tiga sifat yakni; universal, humanis dan paripurna. Bagaimana kedua hal dari tiga di atas memiliki keterkaitan tentu penting bagi kita, dalam desain faktorial 3×3 maka dapat digambarkan sebagai berikut:
11.IU = Ilmu Pengetahuan bersifat Universal artinya secara ontologi ilmu memang berasal dari hal yang bersifat umum, siapapun dapat mengekplorasi ilmu pengetahuan, kapanpun dapat dikembangkan, dan di manapun dapat digunakan.
12.IH = Ilmu Pengetahuan bersifat Humanis maksudnya ilmu pengetahuan dikembangkan dengan azas untuk kemaslahatan hidup manusia, tidak dibenarkan ilmu mengekplorasi alam atau menelaah pola kehidupan kita bila justru dengan jalan melanggar kodrat.
13.IP = Ilmu Pengetahuan bersifat Paripurna maknanya manusia dengan jalan mempelajari dan mengamalkan ilmu pengetahuan maka ia akan memperoleh kesempurnaan atau paripurna dalam hidupnya. Paripurna adalah identitas kesempurnaan, dengan ilmu pengetahuan manusia akan tertolong memperoleh jalan menjadi insan yang diharapkan sesuai tuntutan seluruh umat.
21.TU = Teknologi bersifat Universal artinya azas serta prinsip pengembangan teknologi tidak memihak kepada suku, agama, ras dan golongan. Teknologi dikembangkan untuk keseluruhan manusia yang membutuhkan, teknologi medis untuk orang sakit siapapun mereka.
22.TH = Teknologi bersifat Humanis maknanya prinsip prinsip teknologi dapat dikembangkan bila merujuk pada nilai-nilai kemanusiaan. Teknologi pendidikan selalu mendasarkan pengembangannya pada perkembangan psikologis anak.
23.TP = Teknologi bersifat Paripurna maksudnya dengan menggunakan teknologi diharapkan hidup semakin mudah, tentu kemudahan hidup bukan untuk hal yang sia-sia. Kemudahan hidup ditujukan untuk seluas luasnya bagi kemaslahatan manusia.
31.SU = Seni bersifat Universal artinya bila kita mampu mengapresiasi seluruh gejala kehidupan tanpa memilih dan memilah maka kita akan memperoleh makna seni yang sesungguhnya. Lirik lagu keroncong bukan milik generasi zaman tahun 70-an saja, tetapi siapapun yang mampu memaknai ia akan memperoleh kenikmatan.
32.SH = Seni bersifat Humanis maknanya terdapat sedikit berbeda alur logika yang konsisten dengan beberapa gejala kehidupan nyata. Dalam ilmu astronomi belum ditemukan pesawat yang mampu mendekati matahari dalam sistem tatasurya, tetapi kita pernah mengantarkan istri kita belanja pakaian untuk mendapatkan diskon ke “Matahari”, apakah ini mengingatkan kita pernah disuguhi film berjudul “Membakar Matahari', semua akan kita dapatkan dengan mendengarkan lantunan lagu “Menjaring Matahari” karya Ebiet G.Ade. Tidak ada logika formal dari empat cerita di atas, lantas di mana humanisnya, dalam diri kita ternyata makna matahari dalam seni dekat dengan matahati dalam anatomi.
33.SP = Seni bersifat Paripurna maksudnya puncak dari ilmu pengetahuan dan teknologi pada akhirnya adalah bagaimana kita merasakan kenikmatan hidup. Kita masih ingat quotes MTQ, “Dengan ilmu hidup ini semakin mudah, dengan seni hidup ini semakin indah dan dengan agama hidup ini akan terarah”.
Membangun dan mengembangkan perguruan tinggi dengan paradigma keilmuan membutuhkan landasan yang kuat, untuk itulah transdisiplin menjadi bagian penting. Karya pimpinan NA Fadil Lubis masa lalu pasti akan berguna sesuai dengan keadaan, dan akan bernilai ketika sudah jadi kenyataan.
Pendidik inspiratif mampu mengidentifikasi, menganalisis saat kapan menggunakan ilmu pengetahuan untuk kemudahan dalam belajar, kapan saatnya ia memberi pertimbangan bahwa semua yang dilakukan dalam pendidikan untuk kemaslahatan hidup, dan di sanalah ia akan memperoleh kenikmatan karena benar mendidik itu adalah seni bila mengajar penuh dengan variasi.
Variasi karena ia sadar apa saja yang dilakukannya bersifat universal untuk siapa saja muridnya, kapan saja ia melakukannya dan akhirnya sampailah ia menjadi pendidik yang paripurna. Dari sudut ruang guru inspiratif inilah kita berharap akan lahir ilmuwan yang paripurna tidak terjebak dengan kotak kotak yang dikhawatirkan oleh guru kita NA Fadhil Lubis. Kita mulai dari diri kita, di sini dan hari ini.
Selamat milad ke 50 IAIN-UIN Sumatera Utara Medan, paradigma keilmuan telah kita sepakati menjadi landasan ilmiah untuk bagi masa depan yang lebih memberdayakan.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.