Kerangka pikir dalam perumusan metodologi Masâ'il al-Fiqhiyah, antara lain; 1. Kajian komprehensif, objektif, dan ilmiah terhadap kebudayaan Islam, baik yang bersifat tradisionalisme maupun modernisme ditinjau dari berbagai aspek. Dengan catatan harus dibedakan Islam normatif dan Islam sejarah (historis) ataupun Islam konseptual dengan Islam aktual. 2. Reinterpretasi Islam tetap berlandaskan akar spiritualismenya sehingga sesuai dengan maksud syara'. 3. Adanya pertimbangan matang terhadap persoalan kekinian ketika menginterpretasikan Alquran dan Sunnah. Kerangka pikir di atas sangat memerlukan keterlibatan dari berbagai pihak ahli dalam disiplin ilmu yang berbeda untuk mencari penyelesaian hukum terhadap kasus-kasus yang muncul. (Ali Imran Sinaga, 2020:6).
Dalam satu pertemuan berkumpullah ahli dari berbagai bidang membicarakan terkait dengan pernikahan yang dilakukan secara online.
Ahli fikih tradisional menyampaikan berbagai hadits berdasarkan asbabul wuruznya, hal ini tidak pernah terjadi di zaman rasul, sahabat, bahkan tabiin.
Ahli sosiologi berpendapat berdasarkan disipliln ilmunya, sesuatu yang dilakukan tidak lazim di tengah masyarakat maka akan mendapat penolakan, dan sangat sulit diterima.
Sementara itu ahli teknologi dan komunikasi informasi berpendapat, ilmu yang dipelajarinya adalah akan bermanfaat bila digunakan, dijadikan alternatif untuk memecahkan masalah yang terjadi di tengah masyarakat.
Sementara bagi masyarakat kontemporer tidak ada yang tidak mungkin, jarak yang jauh dapat didekatkan dengan teknologi virtual, waktu yang berbeda dapat direkam menjadi reeltime dengan sengaja.
Bila niat sudah ditanamkan, maka apa pun rintangan harus disisihkan, demi sebuah tujuan yang penting halal dan bernilai ibadah. Alih-alih dapat dilakukan, otoritas hukum tetap menjadi rujukan, maka pertimbangan tentang pernikahan online harus diputuskan, boleh atau tidak.
Dikutip dari Majelis Ulama Indonesia, bahwa keterangan lengkap hasil pembahasan tentang Pernikahan Online adalah sebagai berikut:
Ketentuan Hukum
1. Akad nikah secara online hukumnya tidak sah, jika tidak memenuhi salah satu syarat sah ijab kabul akad pernikahan, yakni dilaksanakan scr ittihadu al majlis (berada dalam satu majelis), dengan lafadz yang sharih (jelas), dan ittishal (bersambung antara ijab dan kabul secara langsung).
2. Dalam hal calon mempelai pria dan wali tidak bisa berada dalam satu tempat secara fisik, maka ijab kabul dalam pernikahan dapat dilakukan dengan cara tawkil (mewakilkan).
3. Dalam hal para pihak tidak bisa hadir dan atau tidak mau mewakilkan (tawkil), pelaksanaan akad nikah secara online dapat dilakukan dengan syarat adanya ittihadul majelis, lafadz yg sharih dan ittishal, yang ditandai dengan :
a. Wali nikah, calon pengantin pria, dan dua orang saksi dipastikan terhubung melalui jejaring virtual meliputi suara dan gambar (audio visual).
b. Dalam waktu yang sama (real time)
c. Adanya jaminan kepastian tentang benarnya keberadaan para pihak.
4. Pernikahan online yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 (tiga) hukumnya tidak sah.
5. Nikah sebagaimana pada angka nomor 3 (tiga) harus dicatatkan pada pejabat pembuat akta nikah (KUA)
Itulah hukum, disini ada ranah normatif, ada pula rasional, bahkan pertimbangan zaman, kebutuhan, keadaan sampai kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Seperti dalam judul Masâ'il AlFiqhiyah atau Problematika Hukum Islam Kontemporer berisi kasuskasus hukum baru atau problematika kekinian yang belum pernah muncul di abad-abad sebelumnya, khususnya zaman Rasulullah SAW.
Ali Imran Sinaga yang mendalami tentang Fikih Kontemporer dalam hal ini mengurutkan bahwa; Khulafa' ar-Rasyidin, Thabi', dan Thabi' at-Thabi'in. Oleh karena itu, Fikih ini hanya mengkaji persoalan-persoalan hukum baru dari aspek hukum (halal atau haram)-nya dan mengamati perubahan signifikan yang muncul sebagai akibat perkembangan zaman yang selalu menuntut etika dan paradigma baru.
Untuk itulah maka sekali lagi Ali Imran menegaskan bahwa kondisi ini merupakan salah satu wujud yang paling nyata dari munculnya kesadaran baru dalam wacana kebangkitan hukum Islam belakangan ini.
Masa'il al-fiqhiyah adalah suatu upaya mencari persoalanpersoalan fikih yang muncul sebagai akibat dari setiap perkembangan Fikih Kontemporer (Konseptual dan Istinbath) zaman di era modern untuk di-istinbath-kan hukumnya dengan mengacu pada Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW.
Masyarakat terus tumbuh dan berkembang, bukan karena jumlah dan penyebaran, tetapi karya budaya dan teknologi membawa nilai yang berubah.
Di satu sisi harus menjadi solusi, tetapi bukan lari dari tujuan hidup yang lebih hakiki itulah paradigma yang harus dijaga. Tidak ada masyarakat hukum yang tidak bermasalah, karena masalah itu sendiri perlu kepastian hukum untuk menyelesaikannya.
Setiap masyarakat pasti ada masalahnya, dan setiap lahir masalah beriringan dengan solusi dari ahli hukum yang ada di tengah-tengah masyarakat.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.