Kekuatan media dengan agenda settingnya sangat berpengaruh dalam menanamkan keyakinan dan sikap pada khalayak, makanya ada yang disebut dengan agama televisi, jihad televisi, karena media sangat tergantung dengan siapa yang bisa menguasainya. (HE Samosir, 2022:255).
Bila kita mendapatkan satu informasi secara berulang-ulang, mungkin satu saat kita akan menjadi bagian dari apa yang kita terima.
Lebih dari itu bila informasi diberikan secara sengaja dan berlangsung terus menerus di setiap kesempatan, mungkin saja apa yang selama ini kita miliki akan berubah dan menyesuaikan dengan apa yang kita terima.
Itulah kekuatan informasi, sebagai sebuah proses penyampaian dengan sebuah tujuan untuk memberikan pengetahuan, bahkan sampai pada merubah sikap, dan akhirnya menjadi kepribadian baru.
Kekuatan informasi dari sumber, saluran sampai penerima pesan kini tidak dapat dihindari dalam kehidupan sehari-hari. Bantuan teknologi diberikan untuk memberi kemudahan bagaimana penyaluran informasi dapat berjalan dengan baik, efektif dan efisien.
Telepon seluler adalah salah satu alat bagaimana informasi dapat disalurkan dengan rekayasa semudah orang menginginkannya. Dari sini lahirlah ilmu komunikasi kontemporer yang sangat diminati oleh generasi popular.
Ilmu komunikasi kini didukung oleh teknologi, dengan maksud memberi kemudahan, bagaimana orang menyampaikan satu pesan agar efektif.
Pada zamannya komunikasi lisan lewat telepon memberikan pengaruh besar luar biasa kepada masyarakat, kemudian digantikan oleh komunikasi dengan saluran televisi. Komunikasi dengan televisi selanjutnya memberikan pesan verbal, audio dan visual menjadi raja pada zaman berikutnya.
Semua orang tergila-gila ingin menjadi sumber informasi atau masuk dilayar televisi, namun hanya sebagian orang yang mengerti bagaimana mengelola dan mengembangkan saluran komunikasi tersebut.
Di Indonesia era 1970-an sampai awal 2000-an televisi menjadi sumber informasi utama, sehingga semua pesan yang disampaikan menjadi bagian dari merubah, membangun, atau justru membahayakan anak bangsa.
Adanya stigma agama televisi, itu benar adanya, karena seakan tidak ada kekuatan penyeimbang lain dalam saluran komunikasi yang memberikan efek terbaik.
Sadar akan adanya ruang kosong, atau masalah pada pembinaan generasi muda, dan efek dari penguasa televisi, maka masyarakat memberikan respon dengan cara merebut, kendali siaran televisi, atau justru keluar menentang acara televisi.
Inilah yang disebut dengan jihad televisi. Paling tidak ini bagian dari kepedulian terhadap anak bangsa, dari analisis komunikasi massa dengan televisi sebagai instrumen peradaban.
Kini, pertanyaannya apakah anda bagian dari para pejihad televisi, atau diam sebagai pemirsa televisi, atau bahkan tidak ambil pusing dari keduanya. Benar media itu tergantung siapa yang menguasai manajemen dan ilmu tentang teknologi komunikasi informasi.
Ketika jihad itu berlangsung, ternyata awal tahun 2000-an kini justru televisi sudah banyak ditinggalkan orang. Varian lain dalam instrumen komunikasi yang lebih simpel, sederhana, murah bahkan mobile menjadi pilihan utama.
Dr Hasrat Efendi Samosir MA, memberikan semangat kepada kita, bukan televisi yang menjadi obyek pembahasan dalam komunikasi, tetapi era teknologi informasi memberikan kita pilihan apakah diam menjadi pemirsa atau tergilas oleh penguasa.
Benar menurut beliau berperan dalam setiap transaksi komunikasi itu berarti bagian dari jihad untuk membangun peradaban.
Tidak ada ada tempat bagi orang yang tidak peduli terhadap komunikasi, bahkan duduk dan diam pun itu sebuah sikap dalam memberikan respon terhadap satu keadaan. Itulah uniknya komunikasi.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.