Alquran mengungkap syubhat yang dilancarkan oleh kaum Musyrik dalam menikmati kemusyrikan yang mereka lakukan serta pengharaman terhadap banyak hal yang mereka haramkan sendiri. Maka sesungguhnya Allah mengetahui kemusyrikan dan pengharaman yang mereka lakukan terhadap banyak hal yang mereka haramkan terhadap diri mereka sendiri. Allah mampu untuk mengubahnya dengan memberikan ilham kepada iman dan menghalangi dari kekufuran, tetapi Allah ternyata tidak mengubahnya. (Ananda, 2024).
Seseorang dalam kehidupannya dapat tumbuh dan berkembang, pertumbuhan dalam bentuk fisik dari kecil menjadi besar, sekaligus menua dan akhirnya lansia.
Dalam perkembangannya dari balita, menjadi anak-anak, kemudian anak dan remaja akhirnya menjadi dewasa akhirnya menjadi orang tua. Hal yang mengiringi dalam pertumbuhan dan perkembangan tersebut adalah keimanan atau kepercayaan terhadap kehidupan lewat agama.
Strata keimanan dapat dinaikkan dari muslimin menjadi mukminin, kemudian naik satu tingkat menjadi muttaqin, dan sampailah pada maqam tertinggi yakni mukhlisin.
Sementara strata keimanan yang menurun dari muslimin dapat menjadi djalimin, munafiqin, kemudian musyrikin dan akhirnya menjadi kafirin.
Seorang individu harus menyadari bahwa posisi dirinya sedang pada maqam yang mana, apakah pada tingkatan yang naik, atau justru menurun, tidak ada yang menjamin seseorang dapat berhenti dan permanen pada maqam tertentu.
Karena memang kadar keimanan selalu fluktuatif setiap saat bahkan setiap detik. Makanya ibadah untuk menakar dan meningkatkan keimanan bukan banyak atau kuantitas yang dilakukan, tetapi kualitas serta konsisten.
Ada saat di mana keimanan kita harus dilakukan sendiri, dikembangkan sendiri karena memang akan dipertanggungjawabkan secara individual di hadapan Allah SWT.
Namun dalam prosesnya, banyak keimanan justru akan tumbuh subur dan berkembang ketika berjemaah, bersama melakukan sesuatu. Ibadah-ibadah yang membutuhkan jamaah seperti salat akan lebih baik dilakukan bersama, bersedekah harus ada orang lain yang mendapat bantuan, begitulah seterusnya.
Profesor Faisar Ananda menggarisbawahi, kadang keimanan yang menurut pada tingkat kemusyrikan bila terjadi pada seseorang yang berjumpa orang lain dengan kadar yang sama bukan saja menyedihkan, tetapi justru membahayakan.
Jadi berbuat keburukan sendiri itu memang sulit diterima, namun bila mereka melakukan bersama akan mendapat legitimasi bahwa itu lumrah di sinilah letak bahayanya.
Memang Allah SWT dapat saja melakukan sesuatu pada mereka dengan kuasanya, tetapi manusia memiliki kebebasan untuk memilih.
Di sinilah pilihan yang salah terhadap keadaan akan menghantarkan seseorang pada jalan yang dimurkai. Berteman dengan orang yang berada pada maqam kemusyrikan bukan memberi energi untuk diselamatkan agar naik setahap menjadi munafiq, kemudian zalim, dan akhirnya kembali ke jalan muslimin.
Tetapi sangat berbahaya bukan tidak banyak kelompok musyrikin membawa orang lain menuju kepada kekafiran permanen.
Profesor Faisar mengingatkan kita bahwa hati-hati dengan kelompok musyrikin ini, jauhilah sedapat mungkin agar maqam yang baik selama ini dapat semakin meningkat.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.