Tiap-tiap Tafsir al Qur`an memberikan corak haluan daripada pribadi penafsirnya. Maka itu di dalam “Tafsir Al-Azhar” ini akan dapatlah dibaca haluan Penafsirnya. Penafsir memelihara sebaik-baiknya hubungan di antara naqal dengan akal. Di antara riwayah dengan diraya. Penafsir tidak hanya semata-mata mengutip atau menukil pendapat orang yang telah terdahulu, tetapi mempergunakan juga tinjauan dan pengalaman sendiri. Dan tidak pula semata-mata menuruti pertimbangan akal sendiri, seraya melalaikan apa yang dinukil dari orang yang terdahulu. (Hamka, 2005:40).
Para ahli mencoba memaknai apa yang ada di lingkungannya menjadi ilmu pengetahuan, dengan melihat alam maka jadi pengetahuan alam, dengan mengikuti kehidupan masyarakat maka jadilah ilmu pengetahuan sosial.
Begitulah interaksi antara dirinya dengan orang lain maka lahirlah ilmu humaniora dan seterusnya, di mana ilmu itu lahir dari adanya interaksi antara seseorang dengan semua yang ada dalam kehidupan ini.
Dalam ilmu tafsir al Qur`an, seseorang penafsir memerlukan ilmu bantu khususnya ilmu tentang apa yang akan ditekuninya.
Sebagai contoh bila penafsir mencoba mengembangkan ilmu tafsir berikutnya maka ia harus menelusuri lebih jauh sejarah, para ahli tafsir yang telah ada selama ini. Kronologis dan kodifikasi tafsir dalam sejarah menjadi penting untuk melihat apa yang harus ditafsirkan hari ini.
Dalam hal inilah maka Hamka memberi pertimbangan bahwa tidak pula semata-mata menuruti pertimbangan akal sendiri seraya melalaikan apa yang dinukil dari orang terdahulu.
Setelah membaca, mempertimbangkan para ahli tafsir terdahulu, pengalaman hidup sendiri begitu penting dalam menafsir. Apakah dari pengalaman dalam hal pendidikan formal maupun berguru pada seseorang, sampai pada pengalaman menghadapi berbagai persoalan terkait dengan dunia tafsir semuanya menjadi bagian yang harus dipelihara.
Bila berbagai pertimbangan telah dilakukan, pengalaman telah dicatat untuk menjadi dasar, maka saatnya penelusuran secara hirarkis sampai kepada sanad utama harus ditemukan. Tentu penemuan sanad tersebut juga harus diteliti dengan saksama dan kemudian dinilai kebenaran dan keasliannya. Riwayah dan dirayah adalah pelengkap bagaimana menyandarkan ilmu pengetahuan hari ini dengan masa lalu sebagai sumber utama menafsirkan ayat-ayat Allah subhanahuwata`ala.
Apapun yang sedang dibahas, maka proses harus dilakukan secara benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebelum seorang melakukan kesimpulan atas penafsirannya maka ia harus merujuk pada dalil naqli dan aqli.
Inilah kunci terakhir apakah ahli tafsir mampu menghadirkan pesan-pesan Ayat dalam arti yang sebenarnya atau tidak. Karena memang dalil Naqli adalah dalil yang bersumber dari Al qur'an, As Sunnah dan Ijma' para ulama yang diambil dari intisari Al qur'an dan As sunnah.Dari sini kita mendapati dalil pokok yang menjadi dasar dalam penetapan hukum Islam dan Aqidah.
Sementara itu dalil aqli adalah dalil yang didasarkan akal pikiran yang ada pada manusia. Dalil ini tidak bisa dijadikan sandaran mutlak. Dan posisi dalil aqli ini seringkali digunakan untuk memperkuat, mendukung atau membuktikan dalil-dalil naqli yang ada selama ini.
Sungguh Haji Abdul Malik Karim Amarullah (HAMKA) dari pengajian bakda subuh di Masjid Al Azhar Jakarta, telah memberikan satu metodologi bagaimana memahami ayat per ayat tentang Al Qur`an.
Lebih dari itu konteks dan zaman ia sajikan dalam tafsir Al Azhar, sehingga keIndonesiaan, perjuangan serta kontekstualisasi Masyarakat dapat tergambar dengan baik di setiap pembahasan.Tafsir didasarkan sebagai sesuatu karya ilmuwan yang mencoba memaknai pesan sesuai dengan kehidupan pada zamannya.
Maka ilmuwan masa lalu telah berbuat menghantarkan peradaban Islam dengan sebaik-baiknya. Ilmuwan hari ini sedang berjuang mengembangkan berbagai metodologi sesuai dengan kebutuhan hidup manusia untuk membantu memecahkan masalah.
Kita berharap ilmuwan di masa depan mampu menafsirkan semua pesan ayat Al Qur`an menjadi penjaga alam dan kehidupan sekaligus pembukti bahwa Islam itu rahmatan lil`alamin.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.