Di sekeliling manusia terdapat banyak rahasia-rahasia yang menakjubkan. Ia merupakan makhluk yang dilengkapi dengan dua kekuatan besar yaitu akal dan kehendak atau kemauan. Akal adalah cahaya yang menentukan nasib jiwa manusia dalam kehidupan. Akal dipandang sebagai wakil kepribadian yang nyata dari manusia dan merupakan cahaya yang menerangi kehidupan. Oleh sebab itu, tanpa petunjuk serta pengawasan akal, kita tidak dapat berkembang dalam kehidupan yang serba rumit. (Lari,1990:113).
Ketika kita melihat gunung, mungkin disana bersemayam begu, hantu, atau kekuatan lainnya, pemikiran ini menjadi paradigma bagaimana kita menjadi gunung sebagai suatu yang sakral.
Jadilah sesembahan, setiap kali harus diberi sesaji, dan dihormati, tidak boleh sembarang menebang pohon, sampai-sampai setiap tahun ada ritual untuk melestarikan dan menjaga kebaikannya.
Oleh para ahli pemikiran di atas disebut dengan theosentris, yakni mempercayai sesuatu yang berpusat pada alam gaib.
Perkembangan berikutnya, gunung itu adalah darat yang menonjol karena ada jalur magma dari inti bumi, dipelajari dipahami dan dapat dikendalikan, atau paling tidak dapat diprediksi.
Gunung bukan lagi tempat angker, tetapi tempat para pendaki untuk menaklukan, gunung adalah sumber kekayaan alam, maka pada bagian tertentu untuk ditanam dan menghasilkan kayu untuk industri.
Bahkan wisata gunung menjadi pilihan utama bagi mereka yang jenuh dengan kepenatan warga kota, udara yang sejuk, atau pemandangan lahar yang menantang semua dapat dijadikan obyek untuk kebahagiaan.
Para ahli membahas hal ini dengan berfikir geosentris atau mempercayai sesuatu berpusat pada bumi atau alam semesta.
Ketika gunung ada di depan mata, maka nikmati sebagai anugerah, eksplorasi sebagai sumber daya alam yang melimpah, kini tinggal kita mempersiapkan diri bagaimana caranya.
Sebagian umat manusia ada yang tinggal di lereng gunung, ada pula yang menjadi gunung tempat istirahat, atau menyanyikan lagu “naik-naik kepuncak gunung, tinggi-tinggi sekali”. Jauh dari kesan berhantu, angker, bahkan mau dijadikan apa makna gunung maka kini terserah atau tergantung manusia. Jalan melingkar mendaki gunung, terowongan menembus isi perut gunung, semuanya adalah kejayaan manusia mengendalikan gunung sebagai obyek dalam kehidupan.
Para ahli sekali lagi menjelaskan hal ini sebagai berpikir antroposentris, yang kemudian menjadi antropologi.
Sampai saat ini tidak semua gunung atau alam telah diketahui atau dipahami, apalagi dipelajari oleh manusia.
Masih banyak rahasia di gunung, di alam yang belum terungkap, apakah sejarah mengapa gunung terjadi, dan hilang, bahkan hubungan antara satu gunung dengan lainnya.
Mitos dan legenda kadang mewakili untuk memberi pelajaran kepada kita bahwa theosentris yang mengarah kepada mitologi terus laku dan ada di tengah-tengah masyarakat.
Pelajaran dari sejak sekolah dasar, sampai perguruan tinggi bahkan fakultas khusus geofisika, tidak berhenti meneliti bagaimana gunung dalam alam memberi kebaikan pada manusia.
Tentu tidak sekadar meneliti, menelaah, menganalisis kemudian menyimpulkan, hal terkait dengan gunung dan alam semesta beriringan dengan bagaimana manusia hidup berdampingan, atau bahkan dapat menjadi mitra untuk kebaikan.
Tidak ada yang lebih utama dari semua itu kecuali bagaimana manusia dapat mengendalikan alam, mengontrol diri sendiri untuk satu hal demi kehidupan yang berkelanjutan.
Mengapa demikian, karena apapun yang kita lakukan tidak terlepas dari hukum-hukum yang terjadi di alam, pada diri sendiri, dari sanalah kita merangkai bagaimana hidup dan kehidupan.
Apa yang harus dilakukan manusia, maka mengembangkan akal agar menjadi cahaya yang menentukan nasib jiwa manusia di sinilah akan hadir kehidupan yang kita inginkan.
Akal dipandang sebagai wakil kepribadian yang nyata dari manusia dan merupakan cahaya yang menerangi kehidupan. Inilah maka kita membutuhkan akal untuk mengendalikan diri, mengelola alam semesta, dan sekaligus dari sana kita akan sadar bahwa ada hal lain yang harus diakui menjadi bagian dari diri kita.
Itulah yang disebut rahasia, dan rahasia itu terus akan ada sampai kita mati. Bila kita mempunyai rasa ingin tahu yang kuat terhadap rahasia hidup maka siaplah untuk mati atau berhenti terhadap kehidupan ini.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.