Dalam hukum Islam ada tiga cara berhaji yaitu ifrad, tamattu dan qiran, bahkan Rasulullah SAW berhaji dengan cara ifrad. Problematika pelaksanaan haji Ifrad bagi jemaah haji asal Sumatera Utara dibagi menjadi dua aspek yaitu penjagaan ihram dan pembayaran dam. Jamaah haji yang berusia 60 tahun ke atas boleh melakukan ibadah haji dengan pola haji tamattu sedang jamaah yang berusia 60 tahun ke bawah supaya melakukan pola haji ifrad. Hal ini mempertimbangkan usia yang semakin menua akan membawa pengaruh besar kepada penurunan kemampuan fisik sehingga jemaah yang sudah berusia lanjut diperkirakan kurang mampu untuk berhaji dengan cara ifrad, sebab itu biarlah mereka melakukan tamattu dengan membayar dam. Bagi mereka yang masih muda dan memiliki stamina prima diharapkan bisa melakukan haji dengan fokus dan serius untuk memilih ifrad. (Saragih, 2024).
Ibadah itu adalah kegiatan dengan melakukan satu hal lewat otak untuk pikiran, dengan hati untuk perasaan serta fisik untuk kekuatan, ketiganya menyatu sebagai sebuah prasyarat untuk memenuhi rukun.
Setiap kita melakukan ibadah diperlukan pengetahuan yang cukup baru boleh melakukannya, diperlukan hati yang lapang baru menunaikannya, serta persiapan fisik yang sehat agar diperbolehkan memilih rukun untuk mencapai sah.
Sungguh hal ketiga ini menjadi unik, istimewa bahkan luar biasa begitulah hukum fikih memberi ruang bagi kita, agar tetap menjalankan dengan baik.
Haji itu ibadah penuh dengan kegiatan fisik dan semua kita setuju, tetapi ibadah salat pun juga dilakukan secara fisik, bahkan puasa sekalipun adalah utamanya ibadah fisik.
Sesungguhnya tidak ada yang luar biasa bagi orang yang mengerti dan memahami sekaligus menjadikan fisik dan psikis sebagai bagian dari kesatuan dalam beribadah.
Walaupun haji itu wajibnya sekali, kita tidak tahu apakah itu alasan fisik atau tidak, tetapi sekembalinya ke tanah air, bila ditanya tetap ingin berangkat haji lagi, paling tidak umrah. Sulit menemukan orang yang cukup sekali haji bila ditawari tidak mau atau menolak karena alasan apapun.
Mengapa agama memberi taksonomi yang sangat fleksibel untuk ibadah terkait fisik pada rentangan usia. Nabi Muhammad sendiri mencontohkan bagaimana beribadah dari sejak usia kecil, remaja, dewasa sampai ia menjadi seorang kakek.
Ada amalan dengan fisik yang konsisten tetapi atas alasan usia ada yang sedikit berubah antara usia 40 an, 50 an atau 60 an. Contohnya cara berdiri untuk rakaat kedua setelah sujud, apakah menapakkan tangan langsung berdiri atau duduk dulu baru berdiri.
Kajian Asbabul Wuruz tentang hal ini sangat biologis bagaimana ia memberi gambaran ibadah itu memang memberi kemudahan pada usia-usia tertentu.
Bila seorang Sokon Saragih dalam penelitiannya menemukan dan menawarkan bahwa ibadah haji bagi usia 60 tahun ke atas berbeda dengan 60 tahun kebawah ini adalah alasan fisik.
Dengan itu pula dilegitimasi oleh sejarah bagaimana Nabi Muhammad melakukannya, serta pembenaran lewat fikih. Ini tidak perlu diperdebatkan bila ingin mengetahui yang sebenarnya tanya pada mereka yang pernah melakukan haji dua kali sebelum usia 60 tahun dan setelah 60 tahun.
Menurut WHO sebagai otoritas kesehatan dunia menyatakan bahwa; bayi 0-12 bulan, balita 1-5 tahun, anak anak 6-12 tahun, remaja 13-19 tahun, dewasa muda 20-29 tahun, dan dewasa 30-59 tahun, serta lansia 60 tahun ke atas.
Namun demikian studi terakhir di Inggeris menunjukkan usia tua adalah di atas 70 tahun, bahkan 80 tahun baru seseorang menerima diipanggil orang tua. Apakah karena alasan semakin membaiknya gizi, atau perawatan, yang pasti fisik memang menjadi pertimbangan dalam kehidupan seseorang.
Kita setuju dengan penelitian Sokon Saragih, sekali lagi beliau menarasikan bahwa; haji ifrad atau haji tamattu boleh saja disandarkan dengan persoalan fisik, atau usia 60 tahun sebagai taksonominya, tetapi itu adalah wilayah fikih, dalam kajian lebih jauh makna hakikat haji semua sama saja.
Jelas bahwa ibadah haji itu persoalan punya biaya atau tidak, namun didepan mata kita hari ini ada yang lain yakni bagi mereka ada taksonomi lain yakni haji furoda.
Satu alasan bahwa; orang yang berniat haji maka Allah akan memudahkannya, lewat rezeki bukan sekadar biaya. Kapan itu akan lahir adalah bila kita berniat dengan pikiran, perasaan dan semuanya menjadi kekuatan dalam ibadah.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.