wartagarudaonline-Langkat | Siapa pun pasti tidak ingin hidup susah dan menderita, seperti warga miskin yang tinggal di Lingk IX, Kelurahan Bukit Kubu, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat.
Mereka sangat butuh perhatian dari Pemkab Langkat, lembaga terkait, termasuk elemen masyarakat yang peduli. Pasalnya, warga yang merupakan kakak adik tersebut membutuhkan tempat tinggal layak huni.
Herman Asani Daulay (35), yang tuna wicara ini tinggal bersama abangnya, Apifudin Daulay (52). Kedua abang beradik kandung ini menempati sebuah rumah warisan ditinggalkan kedua orang tua mereka yang sudah sejak lama meninggal dunia.
Rumah panggung yang terbuat dari material kayu ini tidak memiliki anak tangga, karena tangga bagian depan rumah sudah patah akibat dimakan usia dan lapuk. Kayu broti sebagai galangan lantainya sudah patah akibat lapuk. Agar rumah tetap berdiri, galangan lantai terpaksa disokong pakai kayu penyangga.
Lantai rumah juga sudah keropos, bahkan persis di ruangan tengah, tampak bolong karena lantai rumah sudah bertahan. Siapa pun yang masuk ke dalam ruangan rumah panggung ini, harus ekstra hati-hati melangkahkan kaki.
Apifuddin dan adik bungsunya Herman selama ini tidur di dalam ruangan kamar yang sempit. Dinding dan pintu kamar hanya ditutupi selembar terpal plastik warna biru, serta karung berwarna putih terlihat kusam dan sudah robek.
Pada siang hari, ruangan rumah panggung ini terlihat terang karena cahaya matahari bebas menerobos masuk dari celah-celah lubang. Tapi, sebaliknya, malam hari, ruangan berubah menjadi gelap gulita karena tidak ada penerangan listrik dan terasa dingin karena angin bebas masuk dari celah ruang dinding yang sudah pada bolong.
Saat disambangi awak media beberapa waktu lalu, duda yang tidak dikaruniai anak ini tampak sedang memerhatikan kolong rumahnya yang sudah patah akibat proses pelapukan. Kayu penyokong lantai terlihat cukup rapat guna mengantisipasi agar tidak roboh.
Apid mengakui, sangat berkeinginan untuk memperbaiki rumah tempat tinggalnya. Tapi, apa daya, sebagai tukang panjat kelapa dan penjual jasa tenaga melangsir tanah timbun, ia tak punya biaya.
Penghasilan yang ia dapat setiap hari dari hasil keringatnya hanya cukup buat memenuhi kebutuhan sejengkal perut. Hasil kerja hanya pas-pasan untuk makan membuatnya tak bisa menyisihkan uang untuk memperbaiki rumahnya yang sudah terancam roboh.
Yang membuat miris, keluarga yang tergolong sangat miskin ini sama sekali tidak pernah mencicipi bantuan sosial (bansos) dari pemerintah, dalam hal ini Kemensos jor-joran menggelontorkan bansos, baik berbentuk pangan, maupun uang tunai.
Apid mengaku, ia tidak pernah menerima bantuan apa pun. Meskipun hidup dalam lingkaran kemiskinan, tapi, semangat pria berdarah Mandailing untuk mempertahankan hidup, tetap tinggi.
Dengan modal tenaga, setiap hari dirinya berusaha mencari pocokan memanjat pohon kelapa dan melangsir tanah timbun. Apabila pocokan lagi tidak ada, dirinya dengan bermodal karung plastik bergerilya ke kebun-kebun warga untuk meleles berondolan sawit sisa panenan.
Apid dan Herman, salah satu potret warga miskin di Kabupaten Langkat yang selama ini luput dari perhatian pemerintah. Program bedah rumah yang selama ini dijalankan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Langkat belum pernah menyasar warga fakir ini.
Agar pasangan abang beradik yang hidup susah ini dapat tinggal di rumah yang layak huni, perhatian dari Pemkab dan Baznas Langkat sangat diperlukan, apalagi selama ini Baznas sudah cukup banyak melakukan program bedah rumah buat warga miskin. (DONY)