Nafsiologi bersifat humanistik penelitiannya lebih ditekankan kepada diri manusia sendiri pada pengalaman-pengalaman batinnya, tingkahlakunya yang kompleks seperti cinta nilai-nilai dan norma, dan begitu pula potensinya untuk mengarahkan diri dan mengaktualisasi diri. Nafsiologi menyoroti diri (self/nafs) manusia sebagai tema pemersatu yang menerangkan pengalaman-pengalaman subyek individual. (Sukanto,1985:35).
Istriku paling cantik sedunia, tidak ada yang berani membantah, atau tidak ada yang mau mengungkapkan kejujuran didepan umum, karena nalurinya memang manusia menikmati keputusannya sendiri.
Paling cantik sedunia, adalah nafsu yang memberikan dorongan bahwa apa yang ditetapkan sebagai keputusan, dinikmati dan kemudian diberi lebel menjadi bagian dari kebahagiaan hidupnya.
Istriku paling cantik sedunia, tidak perlu ditanya ia akan tetap menjadi bagian dari keputusan, bahkan menjadi rujukan bila ia akan membuat keputusan. Dengan keputusan itu subyektifitas akan mengalahkan obyektivitas, di siniilah pengalaman pribadi lebih utama dibanding dari universalitas untuk sebuah kebenaran.
Setiap individu itu unik, karena memang keunikan inilah yang menjadikan individu itu memiliki peran yang berbeda satu dengan lainnya. Jadi apabila ada individu yang menginginkan peran yang sama atau saling berlomba maka disana ada kekeliruan mengartikan individu dalam kehidupan bersama.
Maka kenalilah kemapuan individu dari dalam, bukan membandingkan dengan orang lain, apalagi membuat strata persamaan dan perbedaan untuk saling menonjolkan diri.Bukan tidak banyak di antara kita menjadikan hawa nafsu sebagai pertimbangan bahwa dirinya paling hebat.
Hebat adalah sematan kemampuan, tetapi ketika kata paling dijadikan dasar, di situlah di mana nafsu menjadi panglima dalam membuat keputusan. Jadi boleh hebat, tetapi bukan karena dibandingkan, lebih baik karena memang berangkat dari kemampuan individu dalam berbuat.
Apabila pengalaman-pengalaman yang hebat tadi ditulis, dicatat dan dijadikan praktik baik, mungkin saja itu baik untuk dirinya tetapi jangan berpikir itu pasti baik pada orang lain. Sebagai sebuah pengalaman maka didukung oleh itulah uniknya individu, namun karena sudah menjadi catatan, dapat dijadikan praktik baik yang boleh menjadi bahan bacaan.
Boleh saja menjadi pertimbangan atau refensi bagi individu lain untuk melakukan hal yang sama. Ingat tidak ada yang persis sama, apalagi meniru, mencontoh dan membandingkan hasilnya.
Kompleksitas pengalaman individu menjadi penting, dan diakui sebagai bagian dari obyek penelitian, maka disinilah lahir nafsiologi. Padahal gejala nafsu itu sangat subyektif, bahkan menuliskan dari pengakuan pengalamannya pun tidak ada yang 100% diungkap dengan kejujuran.
Tetapi pengalaman sebagai sebuah fenomena, kemudian jadi gejala, dan dicatat sebagai fakta, dari sinilah ilmu nafsiologi mencoba membuat taksonomi dan akhirnya dapat digeneralisasi.
Istriku paling cantik sedunia, ternyata memang pernyataan yang sangat kompleks, unik dan personifikasi. Kapan menjadi obyektif, apabila dilengkapi dengan pernyataan berikutnya, yakni kata istriku suamiku adalah orang paling baik sedunia.
Kita baru sadar, ternyata pasangan istri ibu adalah suami, tetapi kelengkapan cantik itu adalah kebaikan, bukan ganteng, gagah atau rupawan.
Sulit dipercaya, tetapi nafsiologi menyoroti diri (self/nafs) individu sebagai tema yang mampu menjelaskan untuk pemersatu dan kemudian menerangkan pengalaman-pengalaman subyek individual agar berguna bagi orang lain.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.