Oleh Prof Dr Mardianto MPd
Adalah merupakan keharusan bagi setiap pendidik yang bertanggung jawab, bahwa dia dalam melaksanakan tugasnya harus berbuat dalam cara yang sesuai dengan “keadaan” sianak didik. Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang berusaha sesama manusia, dengan tujuan untuk dapat memperlakukannya dengan lebih tepat. Karena itu pengetahuan psikologis mengenai anak didik dalam proses pendidikan adalah hal yang perlu dan penting bagi setiap pendidik sehingga seharusnya adalah kebutuhan setiap pendidik untuk memiliki pengetahuan tentang psikologi pendidikan. (Sumadi Suryabrata,1995:2).
Hari ini pendidikan sudah diredefinisi, dari paedagogi, berkembang menjadi andragogi, dan varian terbaru ada pula heutogogy, ada pula peerdagogy.
Entah apalagi nanti akan muncul semua yang berbau dagogy memang terus progresif apakah menyesuaikan dengan tuntutan zaman, atau bertahan memberikan nilai tersendiri karena ingin menentukan zaman.
Paling tidak redefinisi salah satu jawaban bahwa pendidikan memang harus berubah bila ingin tetap dibaca dan digunakan oleh penggunanya.
Perubahan dalam pendidikan faktor utama yang paling berkontribusi adalah anak didik atau peserta didik atau juga partisipan dari kegiatan pendidikan.
Pandangan yang menyatakan bahwa yang belajar adalah anak didik, berarti konsep pendidikan adalah untuk anak, psikologi anak menjadi penting, termasuk psikologi perkembangan, pola pengasuhan, pembinaan, dan lain sebagainya.
Sudah beberapa dekade paedagogi memberikan dasar-dasar pendidikan di mana anak membutuhkan orang lain agar ia dapat tumbuh dan berkembang, namun ia tetaplah anak yang menjadi obyek dari kegiatan pendidikan karena paedagogi memberi definisi seperti itu.
Pandangan berbeda muncul bahwa pendidikan bukan hanya pada anak, orang dewasa juga terus belajar untuk mendapatkan pengetahuan terlebih keterampilan, maka andragogi menjadi pilihan.
Pendekatan dan tujuan sudah bergeser, dari pemberian pembimbingan, tetapi lebih kepada pengarahan atau pemberdayaan (empowering), lembaga pelatihan banyak mengadopsi ini.
Di era yang lebih modern pendidikan diadopsi dari makna heutogogy, di mana kebutuhan belajar bukan karena usia, tetapi karena keadaan untuk mendapatkan sesuatu.
Belajar karena kesadaran tetapi tidak mau terikat dengan banyak yang bersifat formal maka belajar mandiri, terbebas aturan, waktu dan tempat menjadi pilihan itulah heutogogy yang memberikan kemerdekaan bagi si pebelajar.
Bagian lain muncul penyeimbang dengan apa yang disebut peerdagogy yang berasal dari kata peer atau sebaya, sekelompok atau komunitas tertentu.
Atas dasar kebutuhan kerja, keadaan psikologis, atau juga tuntutan situasi maka peerdagogy kini tumbuh dan berkembang di era milenial.
Pada varian yang terakhir pebelajar justru yang lebih kuasa menentukan kapan mereka harus belajar, kepada siapa mereka harus berguru, apa materi dan ukuran pencapaian semua dapat dipilih dan disesuaikan dengan kemampuan.
Sungguh sulit kita menuliskan kata Pendidik Inspiratif pada era yang semakin menggila dengan definisi yang terbarukan. Varian tentang pendidikan memang terus berkembang bukan saja progresif malah terkesan propokatif menantang kita generasi tua menempatkan diri di mana.
Pendidik inspiratif kini sudah harus membenahi diri ternyata kita bukanlah segala-galanya apalagi ingin dipanggil guru sumber segala ilmu, tetapi paling tidak hanya sekedar pengintai gawang kapan kemajuan tergelincir ke nilai jurang.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.