Oleh Prof Dr Mardianto MPd
Doktrin tauhid sendiri dalam Islam mengutamakan integrasi atau kepaduan. Tuhan adalah satu dan begitulah manusia, yang dicipta menurut “Gambaran-Nya” harus terpadu dan menyatu. Tujuan kehidupan beragama dan kerohanian, sebagaimana telah dikatakan haruslah keterpaduan yang sempurna dan menyeluruh dari manusia dengan segala kedalaman dan keluasannya. (Nasr, 1991:202).
Anak adalah anak, terdiri dari jasmani dan rohani serta eksistensi, diurai, ditata, disistematisasikan dan kemudian diprioritaskan mana yang harus dimulai atau mengawali bahkan mendominasi.
Maksudnya uraian tentang jasmani, rohani dan eksistensi perlu mendapat penjelasan yang nyata dan diketahui oleh semua orang khususnya dalam pendidikan.
Menguraikan seseorang boleh saja, bila ditilik dari pengamatan kasat mata, seseorang ada yang berbakat dengan fisik apakah itu olahragawan, pekerja bangunan dan lain sebagainya. Tetapi ada juga yang sejak awal telah terlihat bakat non fisik, kemampuan mengolah kata, juru bicara, negosiator dan lainnya.
Sebagian anak justru tampak dari kemampuan bekerjasama, saling berbagi atau bahkan memengaruhi yakni memimpin satu kelompok. Itulah anak, bakat dan deteksi dini yang kita lakukan sejak awal.
Sistematika pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) di satu sisi berdasarkan bakat anak itu alasan psikologi pendidikan, tetapi di sisi lain atas dasar kebutuhan dan keterampilan yang diinginkan untuk masa depan, mungkin sisi sosiologi juga penting.
Tentang masa depan yang lebih jauh atau dekat membutuhkan orang dengan kualitas dan karakteristik terstandar ini bahkan menjadi muatan kurikulum baik pendidikan maupun pelatihan.
Mana prioritas dalam pendidikan justru ilmu pendidikan menata dengan kurikulum yang lebih future oriented dengan tidak meninggalkan hakikat anak.
Janganlah sekali-kali demi masa depan tetapi mengabaikan kondisi anak hari ini. Harus ingat pesan bung Hatta: “kalau kita terlalu memikirkan masa depan, sesungguhnya kita kehilangan masa kini”.
Kambali kepada pendidikan makna yang sesungguhnya adalah memanusiakan manusia dengan dasar filsafat manusia, manusia harus dipandang utuh, dia harus dihadirkan dalam setiap langkah kegiatan.
Kemampuan fisik bukan untuk mendominasi, kepintaran psikis bukan untuk mengelabui, dan kelihaian berkata untuk untuk membohongi.
Pendidikan adalah jalan memberikan makna bahwa manusia akan hidup karena harkat dan martabat dirinya, mengenal apa yang ia miliki, mampu mengembangkannya, dan sekaligus mengendalikan apa yang menjadi hasratnya.
Tujuan pendidikan dalam kehidupan ini adalah untuk menjadikan manusia hidup bahagia. Salah satunya lewat beragama, sebagaimana telah dikatakan di atas.
Dalam hal ini pendidikan harus diarahkan memanusiakan manusia sejak lahir sampai dewasa dan bahkan tua haruslah terpadu dan menyeluruh.
Di sinilah pendidik inspiratif tidak dibenarkan memberikan perhatian lebih kepada bidang tertentu dengan cara mengurangi perhatian pada yang lain, biarkan semua berjalan normal, alami dan intinya pendidikan itu adalah manusiawi.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.